Senin, 24 Mei 2010

Potret Balita Gizi Buruk di Nias Utara
Jakarta (SIB)
Julianus (5) tergolek di tempat tidur kayu. Tubuhnya kurus, berat badannya tidak sesehat anak-anak seusianya, hanya sekitar 11kg. Di kening Julianus terlihat bekas bisul yang baru saja memecah. Ia merupakan penderita gizi buruk plus pasien kaki berbentuk X.

"Ini anak saya ketiga. Saya beri makan umbi-umbian. Kalau ada uang, beli ikan asin dan beras. Duit sebagai buruh penyadap karet tidak bisa beli lauk," ucap Rahmat (33) orangtua Julianus di rumahnya, Sisarahili, Kecamatan Namohalu, Nias Utara, Sumatera Utara, Rabu (19/5) lalu.

Keluarga miskin itu hidup di rumah yang sangat sederhana. Dinding rumah terbuat dari kayu dengan ukuran hanya 3x4 meter. Di rumah itu terdapat 2 dipan (tempat tidur) kayu tanpa kasur dengan ukuran kecil dan besar.

Selebihnya, di dalam rumah tersebut, terdapat lemari untuk pakaian dan tungku kayu serta gerabah seadanya untuk memasak, ketel untuk menanak nasi dan air, penggorengan, dan beberapa gelintir piring. Tidak ada radio, televisi atau hal-hal lain seperti rumah pada umunya.

Atap rumah pu sudah bolong di sana-sini. Bila hujan,air bercucuran dari atap seng. Satu-satunya barang berharga yang dimiliki keluarga itu adalah sepasang babi yang dipelihara di belakang rumah, berhimpitan dengan dinding kayu. Saat detikcom melihat langsung kondisi rumah Julianus, babi-babi itu mengerok mencari makan.

"Saya sehari-hari menyadap karet milik orang. Tiap minggu di jual ke truk yang datang. Dapat duit Rp 75 ribu untuk makan seminggu. Kalau kurang, ngutang dulu ke warung," imbuh Rahmat.

Untuk memperbaiki gizi anaknya, setiap Kamis Rahmat membawa Julianus untuk mendatangi gereja dekat rumahnya yang berjarak sekitar 20 meter. Julianus bersama ratusan balita lain memperoleh makanan tambahan makanan dari salah satu LSM di salah satu gereja. Menu yang didapat Julian dan anak lainnya selalu berganti-ganti seperti nasi goreng ayam, sop ikan, gulai, telur rebus, dan mie goreng. Makanan besar itu ditutup dengan sajian buah dan susu serta snack."Dari menu itu, yang paling disuka anak-anak yakni nasi goreng dan opor ayam. Anak-anak berkumpul sejak pagi karena itu kami datang sekitar pukul 11.00 WIB," ucap Benard Silalahi, seorang relawan dari Yayasan Obor Berkat Indonesia (OBI).

Julianus hanya satu dari ratusan balita berstatus gizi buruk. Menurut data OBI, sedikinya 281 bayi-bayi itu harus menanggung derita kekurangan gizi. Selain gizi buruk, penyakit yang menyertai balita itu seperti katarak, busung lapar, anemia, hernia atau diare.

Pihak Pemkab Nias Utara sudah terlanjur pesimistis mengangkat wilayahnya dari keterpurukan. Pemerintah lokal hanya mengandalkan bantuan LSM atau pihak swasta dalam menangani minimnya kesehatan warga dan kemiskinan.

"Terus terang, Pemda merasa tidak mampu untuk melakukan apa yang dilakukan OBI yaitu perawatan terus menerus dan pengobatan gratis. Kalau ditemukan anak-anak gizi buruk bisa diantarkan ke Balai Pemulihan Gizi (dikelola OBI-red). Kalau sudah membaik, baru ke puskesmas pemerintah," ucap Asisten II Bidang Administrasi Umum Bupati Nias Utara, Edward Zega saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (21/5).(detikcom/o)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar